rss

Senin, 29 Maret 2010

HAM YANG DIATUR DALAM UUD'45

Oleh: Debby
BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh, tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

2.Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.Pengertian HAM
2.Perkembangan HAM

3.Contoh-contoh pelanggaran HAM

3.Batasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup Hak Asasi Manusia.

4.Metode Pembahasan
Dalam hal ini penulis menggunakan:
1.Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
2.Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.

BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)


1.Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
1.Pengertian

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”


2.Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

2.HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.

3. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5.Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.


BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

2.Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

Selasa, 23 Maret 2010

NEGARA DAN BANGSA YANG MENEGARA

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya kehidupan negara dan bangsa yang menegara. Walaupun sedikit lama, namun dalam pejalanan penyusunan makalah ini tidaklah begitu sulit hal ini dikarenakan atas pertoongan darai tuhan YME.

Makalah ini memuat tentang “Betapa pentingnya kehidupan negara dan bangsa yang menegara bagi kehidupan rakyatnya”

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Penulis
DEBBY ALJAN PALIVI
32108386


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. PEMBATASAN MASALAH.


BAB II PEMBAHASAN
A. TUJUAN
B. FUNGSI SEBUAH NEGARA DAN BANGSA YANG MENEGARA

BAB III PENUTUP
A. SIMPULAN
B. SARAN












BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh, Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: "Britain rules the waves". Ini berarti tanah Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Tetapi cukup banyak juga negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis, Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara yang disingkat Wanus. Wanus ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah (contour atau organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:

Satu kesatuan wilayah
Satu kesatuan bangsa
Satu kesatuan budaya
Satu kesatuan ekonomi
Satu kesatuan hankam.

Jelaslah disini bahwa Wanus adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan Wanus akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat, dalam "koridor" Wanus.

B. IDENTIFIKASI MASALAH (LATAR BELAKANG)
Sesuai dengan judul makalah ini “Negara dan Bangsa yang menegara”, terkait dengan tingkat kepedulian kita terhadap negara dan bangsa dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana peran UUD 45 dalam mengatur tentang kehidupan yang menegara?
2. Bagaimana cara agar rakyat suatu bangsa dapat memahami arti dari sebuah Negara dan Bangsa yang Menegara?

C. PEMBATASAN MASALAH.
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah :
a. Peran UUD 45;
b. Cara-cara agar rakyat benar-benar memahami tentang bangsa yang menegara.




BAB II
PEMBAHASAN

Negara adalah suatu falsafah atau kumpulan dari manusia-manusia atau masyarakat-masyarakat yang terdiri dari pemerintah dan rakyat.....dan negara dibatasi menjadikan ia sesuatu yang berbentuk wilayah wilayah yang pribadi dan dipimpin oleh hukum dari negara tersebut serta ideologi yang membungkusnya....
Sedangkan bangsa adalah suatu kesatuan nasib dari kumpulan manusia-manusia tidak ada batasan wilayah serta tidak ada pemerintahan yang mengempunya...namun masih terbungkus oleh ideologi-ideologi yang mencampurnya...

A. TUJUAN NEGARA DAN BANGSA YANG MENEGARA
Tujuan utama Negara dan Bangsa yang Menegara adalah meningkatkan rasa cinta tanah air dan pemahaman tentang kehidupan bernegara yan sebenarnya, sedangkan tujuan lainnya adalah untuk dapat pengakuan dari negara lain baik secara de jure dan de facto dan ikut dalam perhimpunan bangsa–bangsa, misalnya PBB.

Negara Dan Warga Negara Dalam Sistem Kenegaraan Di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdaulat yang mendapatkan pengakuan dari dunia internasional dan menjadi anggota PBB. Dan mempunyai kedudukan dan kewajiban yang sama dengan negara–negara lain di dunia, yaitu ikut serta memelihara dan menjaga perdamaian dunia. Dalam UUD 1945 telah diatur tentang kewajiban negara terhadap warga negaranya, juga tentang hak dan kewajiban warga negara kepada negaranya. Negara wajib memberikan kesejahteraan hidup dan keamanan lahir batin sesuai dengan sistem demokrasi yang dianutnya serta melindungi hak asasi warganya sebagai manusia secara individual berdasarkan ketentuan yang berlaku yang dibatasi oleh ketentuan agama, etika moral, dan budaya yang berlaku di Indonesia dan oleh sistem kenegaraan yang digunakan.

1. Proses Bangsa Yang Menegara
Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran tentang bagimana terbentuknya bangsa dimana sekelompok manusia yang berada didalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa. Bangsa yang berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya (Tuhan) disebut agama ; bangsa yang mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut ekonomi; bangsa yang mau berhubungan dengan lingkungan sesama dan alam sekitarnya disebut sosial; bangsa yang mau berhubungan dengan kekuasaan disebut politik; bangsa yang mau hidup aman tenteram dan sejahtera dalam negara disebut pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia proses menegara telah dimulai sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, dan terjadinya Negara Indonesia merupakan suatu proses atau rangkaian tahap–tahapnya yang berkesinambungan. Secara ringkas, proses tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia.
b. Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
c. Keadaan bernegara yang nilai–nilai dasarnya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Bangsa Indonesia menerjemahkan secara terperinci perkembangan teori kenegaraan tentang terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai berikut :
a. Perjuangan kemerdekaan.
b. Proklamasi
c. Adanya pemerintahan, wilayah dan bangsa
d. Pembangunan Negara Indonesia
e. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Proses bangsa yang menegara di Indonesia diawali adanya pengakuan yang sama atas kebenaran hakiki kesejarahan. Kebenaran hakiki dan kesejarahan yang dimaksud adalah :
a. Kebenaran yang berasal dari Tuhan pencipta alam semesta yakni; Ke-Esa-an Tuhan; Manusia harus beradab; Manusia harus bersatu; Manusia harus memiliki hubungan sosial dengan lainnya serta mempunyai nilai keadilan; Kekuasaan didunia adalah kekuasaan manusia.
b. Kesejarahan. Sejarah adalah salah satu dasar yang tidak dapat ditinggalkan karena merupakan bukti otentik sehingga kita akan mengetahui dan memahami proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai hasil perjuangan bangsa.
Pendidikan pendahuluan bela negara adalah kesamaan pandangan bagi landasan visional (wawasan nusantara) dan landasan konsepsional (ketahanan nasional) yang disampaikan melalui pendidikan, lingkungan pekerjaan dan lingkungan masyarakat.
2. Pemahaman Hak Dan Kewajiban Warga Negara
a. Hak warga negara.
Hak–hak asasi manusia dan warga negara menurut UUD 1945 mencakup :
- Hak untuk menjadi warga negara (pasal 26)
- Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum (pasal 27 ayat 1)
- Hak atas persamaan kedudukan dalam pemerintahan (pasal 27ayat 1)
- Hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
- Hak bela negara (pasal 27 ayat 3)
- Hak untuk hidup (pasal 28 A)
- Hak membentuk keluarga (pasal 28 B ayat 1)
- Hak atas kelangsungan hidup dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi bagi anak (pasal 28 B ayat 2).
- Hak pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 C ayat 1)
- Hak untuk memajukan diri (pasal 28 C ayat 2)
- Hak memperoleh keadilan hukum (pasal 28 d ayat 1)
- Hak untuk bekerja dan imbalan yang adil (pasal 28 D ayat 2)
- Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28 D ayat 3)
- Hak atas status kewarganegaraan (pasal 28 D ayat 4)
- Kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali (pasal 28 E ayat 1).
- Hak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai denga hati nuraninya (pasal 28 E ayat 2)
- Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (pasal 28 E ayat 3)
- Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (pasal 28 F)
- Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda (pasal 28 G ayat 1)
- Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia (pasal 28 G ayat 2)
- Hak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal 28 G ayat 2)
- Hak hidup sejahtera lahir dan batin (pasal 28 H ayat 1)
- Hak mendapat kemudahan dan memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama (pasal 28 H ayat 2)
- Hak atas jaminan sosial (pasal 28 H ayat 3)
- Hak milik pribadi (pasal 28 H ayat 4)
- Hak untuk tidak diperbudak (pasal 28 I ayat 1)
- Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (pasal 28 I ayat 1)
- Hak bebas dari perlakuan diskriminatif (pasal 28 I ayat 2)
- Hak atas identitas budaya (pasal 28 I ayat 3)
- Hak kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan (pasal 28)
- Hak atas kebebasan beragama (pasal 29)
- Hak pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
- Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1).
2. b. Kewajiban warga negara antara lain :
- Melaksanakan aturan hukum.
- Menghargai hak orang lain.
- Memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan–kebutuhan masyarakatnya.
-Melakukan kontrol terhadap para pemimpin dalam melakukan tugas– tugasnya
- Melakukan komuniksai dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal dan pemerintah nasional.
- Membayar pajak
- Menjadi saksi di pengadilan
- Bersedia untuk mengikuti wajib militer dan lain–lain.
c. Tanggung jawab warga negara
Tanggung jawab warga negara merupakan pelaksanaan hak (right) dan kewajiban (duty) sebagai warga negara dan bersedia menanggung akibat atas pelaksanaannya tersebut.
Bentuk tanggung jawab warga negara :
- Mewujudkan kepentingan nasional
- Ikut terlibat dalam memecahkan masalah–masalah bangsa
- Mengembangkan kehidupan masyarakat ke depan (lingkungan kelembagaan)
- Memelihara dan memperbaiki demokrasi.
d. Peran warga negara
- Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau lembaga–lembaga negara.
- Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
- Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
- Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, mela- kukan pembinaan kepada fakir miskin.
- Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
- Mengembangkan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa.
- Menciptakan kerukunan umat beragama.
- Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
- Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
- Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).
- Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.
- Menjaga keselamatan bangsa dari segala macam ancaman.

B. FUNGSI SEBUAH NEGARA DAN BANGSA YANG MENEGARA

Harold Laski menyatakan bahwa fungsi negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyat dapat tercapai keinginannya secara maksimal. Untuk itu setiap negara harus harus memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya

Secara umum, identitas bangsa memiliki tiga fungsi utama. Pertama, sebagai pemersatu. Kedua, sebagai ciri khas yang membedakan sebuah bangsa dari bangsa yang lain. Ketiga, sebagai pegangan atau landasan bagi sebuah negara untuk berkembang atau mewujudkan potensi yang dimiliki.
Berkaitan dengan fungsi pertama dan kedua, Koentjaraningrat (1982) pernah menyebutkan hal yang serupa ketika dia membahas tentang kebudayaan nasional Indonesia. Menurutnya kebudayaan nasional kita, selain dapat membedakan kita dari bangsa yang lain, juga harus dapat menyatukan berbagai suku di negara kita tapi tetap memberikan ruang dan menghargai perkembangan budaya daerah.
Sedangkan untuk fungsi yang ketiga, kita bisa melihat Amerika Serikat (AS), Cina, dan India sebagai contoh bagaimana identitas bangsa berhasil menjadi landasan kesuksesan. AS dengan konsep “A City Upon a Hill” telah mendorong mereka untuk menjadi kekuatan politik dunia. Cina dengan semangat perdagangan mereka telah menjadi salah satu kekuatan besar di ekonomi dunia, walaupun tetap menganut sistem politik partai tunggal. Lalu bagi India, gabungan antara kepercayaan Hindu (Fareed Zakaria, 2009) dan pengetahuan tentang tata cara Barat yang mereka dapat dari masa kolonialisme Inggris, telah menjadi dasar munculnya mereka menjadi salah satu kekuatan utama di dunia.
Selain ketiga fungsi di atas, di era globalisasi ini, identitas bangsa Indonesia harus mampu juga menentukan peran internasional yang ingin atau akan dijalankan oleh Indonesia. Saat masa Presiden Soekarno, Indonesia dikenal sebagai pelopor politik luar negeri bebas aktif dengan peranannya dalam KTT Non-Blok dan pembentukan ASEAN. Karena keadaan dunia sudah sedemikian berubah maka sebelum Indonesia dapat menjalankan peran internasional yang lebih strategis, harus dilakukan revitalisasi terhadap identitas bangsa Indonesia yang selama ini sudah kita kenal.

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian bahasan “Negara dan Bangsa yang Menegara” dapat disimpulkan bahwa :
1. Peranan sebuah negara sangatlah penting demi mencapai sebuah kedaulatan sebuah bangsa.
2. Bangsa yang menegara sangatlah penting agar sebuah negara bisa berdaulat seutuhnya.
3. Pembinaan warga negara secara baik dan benar dapat menciptakan sebuah negara yang bersaulat.

B. SARAN
Bertolak dari peranan sebuah negara, penyusun memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya pendidikan akan pemahaman tentang Negara dan Bangsa yang berdaulat harus dilakukkan sejak dini
2. Hendaknya semua warga negara harus bersatu dan bekerja keras agar sebuah negara dapat berjalan dengan baik.

Selasa, 16 Maret 2010

Kebebasan Beragama(sosial)

Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta agama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

jaminan kebebasan kehidupan beragama di Indonesia sebenarnya cukup kuat. Namun aturan-aturan itu tidak dalam kenyataanya Banyak sekali warga Negara Indonesia yang merasa dikekang kebebasannya dalam memeluk agama dan berkeyakinan. Kebebasan itu hanya ada dalam agama yang “diakui” pemerintah, artinya kalau memeluk agama di luar agama yang “diakui” itu maka ada efek yang dapat mengurangi hak-hak sipil warga negara. Bahkan, orang yang mempunyai keyakinan tertentu, bisa dituduh melakukan penodaan agama. Jaminan kebebasan beragama pertama-tama dapat dilihat dari konstitusi atau Undang-Undang Dasar negara kita. Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 hasil amandemen disebutkan: 1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”; 2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Hal tersebut ditegaskan lagi dalam pasal 29 (1) "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.", (2) "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu.
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan landasan normatif bahwa agama dan keyakinan merupakan hak dasar yang tidak bisa diganggu gugat. Dalam pasal 22 ditegaskan: 1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; 2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dalam pasal 8 juga ditegaskan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

Dari pasal tersebut jelas bahwa negara (c.q. pemerintah) adalah institusi yang pertama-tama berkewajiban untuk menjamin kebebasan berkeyakinan dan segala sesuatu yang menjadi turunannya, seperti pengakuan hak-hak sipilnya tanpa diskriminasi. Dalam pasal 1c UU No. 39 Tahun 1999 dijelaskan bahwa “diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung maupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya”.

Di samping itu, tuntutan untuk menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan juga menjadi tuntutan international sebagaimana tertuang dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICPPR). Indonesia sudah meratifikasi tentang ICCPR melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Dengan ratifikasi itu, maka Indonesia menjadi Negara Pihak (State Parties) yang terikat dengan isi ICCPR.

Hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18); hak orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 19); persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi (Pasal 26); dan tindakan untuk melindungi golongan etnis, agama, atau bahasa minoritas yang mungkin ada di negara pihak (Pasal 27).

ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparat represif negara, khususnya aparatur represif Negara. Makanya hak-hak yang terhimpun di dalamnya juga sering disebut sebagai hak negatif (negative rights). Artinya, hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Apabila negara terlalu intervensi, hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalamnya akan dilanggar oleh negara. Negara-negara Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak tersebut, akan mendapat kecaman sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of human rights).

Meski secara konstitusi jaminan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan cukup kuat, namun pada tingkat implementasi masih sangat lemah. Bahkan ada kesan, paradigma dan perspektif pemerintah dalam melihat agama dan segala keragamannya tidak berubah. Keragaman masih dianggap sebagai ancaman daripada kekayaan. Watak negara yang ingin sepenuhnya menguasai segi-segi kehidupan dalam masyarakat, terutama keyakinan, sebagai ciri negara otoriter juga belum sepenuhnya hilang.
*Agama Resmi dan Tidak Resmi
Agama-agama yang dianut di Indonesia sebenarnya berjumlah sangat banyak, dari agama yang sering disebut sebagai agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam) hingga agama-agama lain, seperti Hindu, Budha, Konghucu, Sinto, dan lain sebagainya. Belum lagi agama-agama lokal yang telah lama dianut oleh masyarakat sebelum kedatangan agama pendatang (Islam dan Kristen), yang kemudian sering disebut sebagai aliran kepercayaan sesuai dengan kebudayaan dan adat istiadatnya. Realitas inilah yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, masyarakat yang dihuni oleh banyak suku dan agama. Dengan kemajemukannya inilah, potensi pertentangan dalam kontestasi untuk menyatukan berbagai aliran dan paham kagamaan semakin besar. Paling tidak, kelompok mainstream akan menguasai panggung kontestasi untuk merebut makna-makna pemahaman keagamaan yang berserakan dalam kemejemukan masyarakat.

Pengakuan 6 agama resmi ini diiringi juga dengan didirikannya lembaga-lembaga agama ”korporatis” negara yaitu MUI (Majelis Ulama Indonesia), KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia), PGI (Persatuan Gereja-Gereja Indonesia), Walubi, dan Hindu Dharma Indonesia. Lembaga-lembaga agama “korporatis” negara ini kemudian dipercaya sebagai pemegang otoritas agama di Indonesia, yang kemudian jangkauan kerjanya mencakup interpretasi ajaran agama, menyelesaikan sengketa internal dan eksternal agama, dll.
Lembaga-lembaga agama tersebut sesungguhnya mencerminkan kebenaran yang dijustifikasi. Dengan kata lain, lembaga agama inilah yang memproduksi dan menjustifikasi kebenaran suatu agama. Sementara kebenaran yang dimiliki oleh kelompok lain menjadi tidak terjustifikasi. Inilah yang menjadikan telah hilangnya makna agama yang substansial, yang pada gilirannya digantikan oleh lembaga agama atau agama yang dilembagakan, yang dalam teori sosial disebut institusionalized religion dalam bentuk organisasi keagamaan. Sehingga militansi dan fanatisme selalu dirujuk pada bagaimana pengikut organisasi mengikuti kebenaran yang telah dirumuskan oleh suatu organisasi agama. Kebenaran kemudian menjadi milik suatu organisasi agama yang dianut oleh anggotanya. Selama ini orang tidak sadar bahwa militansi terhadap “agama yang telah terlembaga” lebih besar ketimbang agamanya itu sendiri. Meskipun terkesan seseorang berjuang untuk menegakkan agama, tetapi yang sesungguhnya kita lihat adalah ia berjuang untuk “agama yang telah terlembaga”.

Demokrasi Indonesia

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan
mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).

2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.

Cotoh Demokrasi yang ada di Indonesia adalah adanya pemilihan umum yang diselengarakan oleh Indonesia sejak tahun 2004, Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya sendiri

sumber: wikipedia