rss

Kamis, 07 April 2011

SEJARAH BENGKULU

Nama Bengkulu diambil dari kisah perang melawan orang Aceh yang datang hendak melamar Putri Gading Cempaka, yaitu Soak Ratu Agung Raja Sungai Serut Akan tetapi lamaran tersebut ditolak sehingga menimbulkan perang. Suku Soak Dalam, adalah saudara kandung Putri Gading Cempaka yang menggantikan Raja Sungai Serut, saat terjadi peperangan berteriak “Empang ka Hulu-Empang ka hulu”: yang artinya hadang mereka (orang Aceh) jangan biarkan mereka menginjakkkan kakinya ditanah kita . Dari kata tersebut lahirlah kata Bangkahulu atau Bengkulu, bangsa Inggris menyebutkannya dengan Bencoolen.

Provinsi Bengkulu dibentuk tanggal 12 September 1967. Meskipun pembentukan provinsi ini tidak dari awal kemerdekaan, bukan berarti daerah ini tidak berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Bung Karno sendiri pernah dibuang oleh Belanda ke daerah ini.

Sejarah Bengkulu sebenarnya sudah cukup panjang. Sejak era Majapahit, Bengkulu yang ketika itu bernama Sungai Serut sudah eksis dan menjalin hubungan dengan Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur tersebut. Kerajaan Majapahit sering mengirimkan Biku, dimana sebagian dari biku-biku tersebut akhirnya dinobatkan menjadi pemimpin salah atu suku di sana, yaitu suku bangsa Rejang. Pengaruh Majapahit berlangsung sampai Islam datang dan dianut oleh sebagian besar rakyat Bengkulu.

Pada waktu Portugis merebut Malaka tahun 1511, para pedagang Islam mengalihkan jalur perdagangannya yang sebelumnya menggunakan Selat Malaka dialihkan melalui pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Karena peralihan itu, Pelabuhan Banten dan Sunda Kelapa bertambah ramai. Untuk daerah Bengkulu sendiri, peralihan tersebut membawa berkah, pelabuhan-pelabuhan nelayan di sepanjang pantai Bengkulu, seperti Muko-muko, Selebar, Seluma, Manna, Bintuhan, dan Krui menjadi berkembang.

Pada waktu Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin, tahun 1552-1570, Bengkulu berada di bawah pengaruh Banten. Pengaruh tersebut juga diikuti oleh penyebaran agama Islam.

Di daerah Bengkulu ini kekuatan Kesultanan Banten kemudian berhadap-hadapan dengan Kesultanan Aceh. Aceh yang juga melaksanakan kebijakan yang ekspansif, telah berhasil memperluas kekuasaannya di wilayah Bengkulu, yaitu di daerah sebelah utara Teluk Ketahun, sementara sebelah selatannya sudah termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Karena kedua pihak tidak menghendaki terjadinya pertempuran diantara sesama negara Islam, mereka kemudian menjalin perdamaian dan persahabatan. Sultan Aceh kemudian menjodohkan seorang putri Indrapura dengan Sultan Banten.

Tahun 1685, Inggris mulai memasuki Bengkulu. Mereka kemudian menjalin hubungan dagang dan membangun gudang lada yang dinamakan Fort York. Tahun 1714, Inggris mulai membangun kekuatan di Kota Bengkulu, yaitu, membangun Benteng Fort Marlborough. Pendirian benteng tersebut mendapat rintangan dari Raja Selebar Pangeran Nata Dirja. Inggris kemudian berniat mengenyahkan Raja Selebar. Mereka membuat suatu jamuan makan dan mengundang Raja Selebar. Di tengah jamuan tersebut, mereka membunuh Raja Selebar, Pangeran Nata Dirja.

Akibat pembunuhan tersebut, hubungan antara Inggris dan Bengkulu yang tadinya relatif baik menjadi buruk. Akhirnya tahun 1719, putra Pangeran Nata Dirja beserta pasukan dan penduduk daerah tersebut melakukan serangan terhadap Inggris dan berhasil menduduki Fort Marlborough. Perlawanan terhadap Inggris ternyata berlangsung pula di bagian lain Bengkulu, seperti perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman di daerah Muko-muko dan Bantal. Karena perlawanan rakyat yang semakin sengit ini, akhirnya Inggri meninggalkan Bengkulu tahun 1719. Namun kepergian Inggris dari tanah Bengkulu tidak selamanya. Tahun 1742, mereka datang dan kembali menjalin hubungan dagang dengan pengusaha Bengkulu.

Berdasarkan pada traktat London 1824, Inggris akhirnya menyerahkan Bengkulu kepada pemerintah Hindia-Belanda. Tahun 1838, Belanda mulai menjalankan administrasi pemerintahan di Bengkulu. Belanda kemudian mengatur dan menguasai seluruh penghasilan dan penjualan hasil bumi Bengkulu, terutama lada. Akibatnya, produksi berbagai hasil bumi semakin menurun. Selain itu, Belanda memberlakukan kerja paksa untuk mengerjakan berbagai pembangunan jalan, pelabuhan, serta untuk menanam kopi.

Kekuasaan Belanda berakhir tanggal 8 Februari 1942, ketika tentara Jepang tiba di Bengkulu. Mulai hari itu, Bengkulu berada di bawah kekuasaan Jepang. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin menderita. Rakyat ditindas dan diperas. Berbagai hasil bumi semuanya dirampas untuk kepentingan Jepang. Selain itu banyak rakyat yang menjadi romusha ke Pulau Enggano. Di Pulai ini, Jepang berencana membangun pertahanan yang kuat.

Penjajahan Jepang ini berakhir dengan dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945. Namun berita proklamasi kemerdekaan tersebut baru sampai ke Bengkulu tanggal 3 September 1945. Bendera Merah Putih mulai berkibar secara resmi di Bengkulu tanggal 11 Oktober 1945.

Kehidupan rakyat pasca kemerdekaan tidak berlangsung lancar. Hal ini karena adanya niat Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Belanda memasuki dan menduduki Bengkulu dalam aksi militernya yang kedua, awal tahun 1949. Pendudukan ini berlangsung hingga akhir tahun. Sejak saat itu, Bengkulu mulai disibukkan dengan urusan-urusan dan masalah yang muncul dari dalam negeri sendiri. Rongrongan dari luar negeri sudah berakhir.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya merasa betah jika tinggal di daerah bengkulu, suasananya nyaman dan segar, tenang, enak sekali disana, makasih ulasan sejarahnya


Posting Komentar